Minggu, 18 Mei 2014

KAJIAN FONOLOGI BAHASA JAWA DI KABUPATEN PACITAN BERDASARKAN TINJAUAN DIAKRONIS

   KAJIAN FONOLOGI BAHASA JAWA DI KABUPATEN PACITAN BERDASARKAN TINJAUAN DIAKRONIS

   
Oleh :  Sri Pamungkas


Abstrak
            Bahasa Jawa di Kabupaten Pacitan sebagai bagian dari bahasa dalam rumpun Austronesia tentu saja memiliki refleks proto Austronesia. Hal tersebut dibuktikan bahwa berdasarkan hasil analisis diakronis, bahasa Jawa refleks proto tersebut sangat jelas terlihat apalagi dilihat dari kaca mata Linguistik Historis Komparatif. Linguitik Historis Komparataif merupakan cabang lingistik yang berusaha menguak tentang proto bahasa (bahasa induk), hubungan kekerabatan bahasa serta luas penyebarannya.  Selain itu, dalam Linguistik Historis Komparatif ini juga dikaji tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam setiap bahasa akibat persinggungan dengan bahasa atau budaya lain.

Kata Kunci: Fonologi, Bahasa Jawa , Diakronis

A. Pendahuluan

            Linguistik Bandingan Historis (Linguistik Historis Komparatif) adalah suatu cabang ilmu bahasa yang mempersoalkan bahasa dalam bidang kata serta perubahan-perubahannya unsur bahasa yang terjadi dalam waktu tersebut. Cabang linguistik ini menurut Keraf (1984:22) mempelajari data-data dari suatu bahasa atau lebih, sekurang-kurangnya dalam dua periode. Data-data suatu bahasa dari dua periode atau lebih itu diperbandingkan secara cermat untuk memperoleh kaidah-kaidah perubahan yang terjadi dalam bahasa itu. Demikian pula hal yang sama dapat dilakukan terhadap dua bahasa atau lebih. Unsur-unsur bahasa itu dapat diperbandingkan berdasarkan kenyataan dalam periode yang sama, maupun perubahan-perubahan yang telah terjadi antara beberapa periode.
            Fernandez (1994:1) mengatakan bahwa linguistik historis komparatif (historical compartive linguistic) atau linguistik bandingan historis, seringkali disingkat menjadi linguistik komparatif. Cabang linguistik tersebut menurut Fernandez (1994:1) adalah berusaha menelaah perkembangan bahasa dari satu masa ke masa yang lain, mengamati cara bagaimana bahasa-bahasa mengalami perubahan, serta mengkaji sebab akibat dari perubahan bahasa. Oleh sebab itu, cabang linguistik ini pad hakikatnya berkaitan dengan dimensi diakronis dari bahasa.
            Robins (dalam Fernandez, 1994:1) Linguistik Komparatif yang termasuk bidang kajian linguistik murni mempunyai peran yang penting karena sebagai bagian dari Linguistik Umum, cabang linguistik ini merupakan sebuah subjek yang memberikan sumbangan berharga bagi pemahaman tentang hakikat kerja bahasa dan perkembangannya (perubahan) bahasa-bahasa di dunia. Sehubungan dengan itu, tugas utama dari Linguistik Komparatif adalah memberikan penjelasan mengenai hakikat perubahan bahasa, baik yang wujudnya berupa penentuan fakta maupun tingkat kekerabatan antarbahasa serumpun serta melalui upaya rekonstruksi protobahasa dari sejumlah bahasa sekerabat.
            Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa Linguitik Historis Komparataif merupakan cabang lingistik yang berusaha menguak tentang proto bahasa (bahasa induk), hubungan kekerabatan bahasa serta luas penyebarannya,  Selain itu, dalam Linguistik Historis Komparatif ini juga dikaji tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam setiap bahasa akibat persinggungan dengan bahasa atau budaya lain.


B. Konsep Linguistik Bandingan Historis
            Seperti telah disebutkan pada latar belakang masalah tersebut di atas dengan tegas disampaikan bahwa linguitik historis komparatif  merupakan bagian kajian bahasa secara diakronis. Kajian bahasa secara diakronis adalah kajian bahasa dengan membandingkan satu bahasa dengan bahasa lain terkait dengan perubahan bentuk dan sebagainya.
            Linguistik  Bandingan Historis pertama-tama merupakan sebuah cabang ilmu bahasa yang membandingkan bahasa-bahasa yang tidak memiliki data-data tertulis atau dapat dikatakan bahwa Linguistik Badingan Historis adalah suatu cabang Ilmu Bahasa yang lebih menekankan teknik dalam prasejarah bahasa. Penelitian prasejarah bahasa tentu tidak akan terjadi dengan sendirinya tanpa mempergunakan data-data yang dapat dicatat dewasa ini atau data-data kuno yang terdapat dalam naskah-naskah. Dengan mempergunakan data-data tersebut para ahli berusaha untuk menjangkau lebih jauh dalam kehidupan bahasa pada zaman prasejarah. Zaman sejarah bahasa tidak diikutsertakan karena datanya sudah jelas, serta perubahan-perubahan yang terjadi dapat dirumuskan dengan jelas dari data-data tersebut, karena dapat diperoleh dari catatan-catatan tertulis. Berdasarkan data-data tertulis tersebut, dengan pasti diketahui perkembangan dan pencabangan dalam bahasa-bahasa tersebut.

C. Tujuan Linguistik Bandingan Historis
            Keraf (1991:23) menyebutkan bahwa Linguistik bandingan Historis mempunyai tujuan sebagai berikut:
  1. mempersoalkan bahasa-bahasa serumpun dengan mengadakan perbandingan mengenai unsur-unsur yang menunjukkan kekerabatannya. Bidang-bindang yang dipergunakan untuk mengadakan perbandingan semacam itu adalah fonologi dan morfologi. Sedangkan, menurut Keraf perbandingan di bidang sintaksis atau kalimat belum membawa hasil yang memuaskan.
  2. mengadakan rekonstruksi bahasa-bahasa yang ada dewasa ini kepada bahasa-bahasa purba (bahasa-bahasa proto) atau bahasa-bahasa yang menurunkan bahasa-bahasa kontemporer. Atau dengan kata lain Linguistik Bandingan Historis berusaha menemukan bahasa proto yang menurunkan bahasa-bahasa modern.
  3. mengadakan pengelompokkan (subgrouping) bahasa-bahasa yang termasuk dalam rumpun bahasa. Bahasa-bahasa yang termasuk dalam satu rumpun yang sama belum tentu sama tingkat kekerabatannya atau sama tingkat kemiripannya satu sama lain. Ada beberapa bahasa yang menunjukkan bahwa keanggotannya lebih dekat satu sama lain, bila dibandingkan dengan beberapa anggota lainnya.
  4. Linguistik Historis Komparatif juga berusaha menemukan pusat-pusat penyebaran (negeri asal) dari bahasa-bahasa kerabat, serta menentukan gerak migrasi yang pernah terjadi. Bila wilayah bahasa-bahasa kerabat sudah diketahui dan sudah berhasil ditentukan negera asal dari bahasa-bahasa kerabat itu, maka dapat direkonstruksi gerak perpindahan (migrasi) dari negeri asal ke daerah-daerah yang sekarang diduduki oleh penutur bahasa-bahasa kerabat tersebut.


D. Bidang Perbandingan Bahasa
Aspek bahasa yang paling cocok untuk dijadikan bahan studi perbandingan adalah bentuk. Kenyataan menunjukkan bahwa perbandingan dengan menekankan bentuk kata tidak banyak mengundang masalah daripada penelitian pada aspek makna. Kaidah-kaidah mengenai kekerabatan bahasa dapat dirumuskan secara meyakinkan dengan mempergunakan kesamaan-kesamaan bentuk yang dimiliki itu apalagi kalau bentuk-bentuk itu memperlihatkan pula kesamaan-kesamaan semantik.
            Oleh karena itu, munurut Keraf (1991:33) bahasa mana pun di bumi ini secara teoritis dapat menjadi objek perbandingan. Tiap bahasa di dunia ini memiliki ciri-ciri kesemestaan (universal) tertentu. Kesemestaan bahasa itu mencakup:
  1. kesamaan dalam bentuk dan makna. Tiap bahasa memilki bentuk-bentuk tertentu dikaitkan dengan maknanya yang khas untuk memudahkan referensi.
  2. Tiap bahasa memiliki perangkat unit fungsional terkecil yaitu fonem dan morfem walupun jumlah fonem itu kecil saja, dan berbeda dari bahasa ke bahasa, terdapat kenyataan yang menarik bahwa tiap bahasa memiliki perangkat yang terkecil itu untuk membedakan makna kata, dan bahwa gabungan dari bunyi-bunyi yang sagat terbatas ini mampu menghasilkan perlambang (kata) yang tak terbatas jumlahnya. Fonem pada bahasa-bahasa jumlahnya berkisar antara 15 sampai dengan 50 buah fonem, tetapi jumlah tersebut sanggup menghasilkan ribuan morfem (kata), yaitu satuan terkecil yang mengandung makna.
  3. Tiap bahasa di dunia ini memiliki kelas-kelas kata tertentu, yaitu kata benda, kerja, sifat, ganti orang dan kata bilangan.

Bahasa-bahasa kerabat yang berasal dari proto (induk) yang sama menurut Keraf (1991:34) akan memperlihatkan kesamaan-kesamaan sebagai berikut:
  1. Kesamaan sistem bunyi (fonetik) dan susunan bunyi (fonologi)
  2. Kesamaan morfologis, yaitu kesamaan dalam bentuk kata dan kesamaan dalam bentuk gramatikal
  3. kesamaan sintaksis, yaitu kesamaan relasi antara kata-kata dalam sebuah kalimat.

E. Jenis-Jenis Perubahan Bahasa
Perubahan Bahasa yang Disebabkan Faktor-Faktor dari Dalam Bahasa (Perubahan Fonologis)
            Fernandez (1994:8) menyebutkan bahwa pada awal abad kelima belas di Inggris terjadi perubahan dalam sistem fonologi bahasa Inggris berupa pergeseran besar-besaran. Bunyi-bunyi vokal atau yang dikenal dengan istilah the great vowels shift.
            Pergeseran besar-besaran bunyi-bunyi vokal itu berlangsung secara bertahap. Oleh karena itu, jelaslah bahwa urutan tahapan perubahan itu merupakan faktor yang penting dalam linguistik komparatif. Misalnya perubahan dalam bahasa Inggris tersebut adalah bunyi vokal /i/ seperti di dalam contoh kata bermakna saya, yang sebelum perubahan dilafalkan [i] sesudah perubahan menjadi [ai] ‘saya’. Contoh lagi pada kata yang bermakna benar [ riXt] sesudah perubahan menjadi [ rait ]‘benar’.

 F.Jenis-Jenis Perubahan Bunyi
            Bunyi-bunyi bersuara dipandang lebih kuat daripada bunyi-bunyi tak bersuara. Demikian juga peringkat kekuatan bunyi-bunyi hambat lebih tinggi daripada bunyi-bunyi kontinuan: konsonan-konsonan lebih tinggi daripada bunyi-bunyi semi vokal; bunyi-bunyi oral lebih tinggi daripada bunyi-bunyi glotal, dan vokal depan dan belakang lebih tinggi daripada vokal pusat. Misalnya, perubahan fonetis seringkali terjadi dari yang kuat ke yang lemah. Hal tersebut berarti lebih mungkin ditemukan perubahan bunyi, misalnya dari  dari [k] menjadi [?]  daripada  [?] menjadi [k] . perubahan bunyi yang sebaliknya tentu mungkin saja terjadi, meskipun kemungkinannya tidak banyak diamati. Contoh lain misalnya konsonan akhir /f/  dalam bahasa Inggris  naif   menguat sehingga menjadi /p/ dalam tata bahasa Tok Pisin   naip   .
1. Reduksi Gugus Konsonan
            Apabila terdapat konsonan berurutan di dalam sebuah kata tanpa disisipkan vokal diantaranya, hal itu yang dimaksud dengan gugus konsonan. Seringkali gugus konsonan itu direduksi dengan melesapkan sebuah konsonan atau lebih. Contoh kould (bahasa Inggris) menjadi kol dalam bahasa Pisin yang berarti ‘dingin’; gavement (bahasa Inggris) menjadi gavman dalam bahasa Tok Pisin yang berarti pemerintahan. Pada contoh tersebut terlihat bahwa kata government ‘pemerintah’ menunjukkan bahwa gugus konsonan   nm   telah direduksi hingga menjadi  m   saja.

a. Apokope
            Apokope merupakan nama untuk jenis perubahan karena pelesapan bunyi-bunyi vokal pada akhir kata. Contohnya:
            Proto bahasa                Bahasa Ambrym                     Makna
                *utu                                     ut                                 ‘kutu’
                 *ano                                   an                                ‘terbang’

b.Sinkope
            Berbeda dengan apokope, sinkop lebih mengacu pada pelesapan bunyi-bunyi vokal pada posisi tengah kata daripada pelesapan pada poisi akhir kata. Sinkop seringkali dikatakan sebagai penyebab adanya gugus konsonan pada berbagai bahasa yang semula tidak mengenalnya. Misalnya, kata-kata seperti policeman dalam bahasa Inggris seringkali dibaca [pli:men] disamping  [peli:smen].

c. Haplologi
            Haplologi merupakan sejenis perubahan bunyi yang penerapannya cenderung sangat sporadis dan jarang dijumpai.Haplologi mengacu pada penghilangan silabe seutuhnya, apabila berdampingan dengan silabe yang identik atau sekurang-kurangnya silabe itu mirip.

d. Kompresi
            Kompresi merupakan sejenis perubahan yang terjadi pada hanya beberapa kata di dalam suatu bahasa dan cenderung tidak berlaku sangat umum. Kompresi adalah proses lesapan satu atau lebih silabe dari akhir atau tengah kata. Misalnya:kata administration (dalam bahasa Inggris) kadang dalam pengucapannya dikatakan admin.

2. Penambahan Bunyi
            Jenis perubahan bunyi yang sangat lazim berlaku seringkali pula dijumpai bahwa bunyi-bunyi sesungguhnya justru ditambahkan, selain mungkin pula dihilangkan.
a. Ekskresens atau anaptaksis mengacu pada proses yang sama, yaitu penambahan konsonan di antara dua konsonan dalam kata. Contohnya pada kata amtig --- mpt. Terlihat jelas adanya penambahan konsonan p  di antara m dan t.
b. Epentesis, merupakan istilah yang sering digunakan untuk memberikan perubahan yang memperlihatkan penambahan vokal pada tengah kata untuk memisahkan dua konsonan di dalam gugus konsonan. Oleh karena itu, perubahan jenis ini mengakibatkan perubahan silabe berstruktur konsonan plus vokal, yang memberikan ilustrasi juga tentang kecenderungan umum yang berlaku bagi bahasa-bahasa yang menghindari gugus konsonan dan bunyi-bunyi konsonan pada posisi akhir kata. Contohnya, pada blu --- bulu; siks ---  sikis; skin --- sikin; film --- pilum
c. Protesis, merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu suatu tipe penambahan bunyi khusus yaitu apabila sebuah bunyi ditambahkan pada awal kata, dalam bahasa Motu misalnya, apabila kata dimulai dengan bunyi [a], bunyi [i] yang bersifat protesis ditambahkan mendahuluinya. Contohnya, api  --  lahi          ‘api’; asan --- lada ‘insang ikan’; au --- lau  ‘aku/saya’

3. Metatesis
            Perubahan yang disebut metatesis merupakan perubahan yang hampir kurang lazim berlaku. Perubahan jenis ini tidak termasuk pelesapan atau penambahan bunyi atau mengubah wujud bunyi tertentu; tetapi secara singkat lebih merupakan perubahan dalam urutan bunyi sebagaimana kejadiannya. Jika kita salah mengucapkan kata bahasa Inggris relevan ‘yang berkait’ sebagai relevant, itu merupakan salah satu gejala metatesis.Contoh lain kata [bi:d] ‘burung’ [bird] mulanya diucapkan sebagai [brid] . Bunyi tersebut kemudian berubah menjadi [bird] melalui proses metatesis dan ini merupakan bentuk yang masih terus ditampilkan dalam sistem ejaan. Bunyi [-ir] telah mengalami perubahan lebih lanjut menjadi [e:], meskipun dalam sejumlah dialek bahasa Inggris, seperti Inggris, Amerika bunyi [r] yang asli masih diucapkan dengan jelas.
            Metatesis merupakan jenis perubahan yang hampir jarang terjadi dan cenderung berlaku hanya pada satu atau dua kata dalam satu bahasa.Metatesis yang berlaku pada suatu bahasa biasanya menunjukkan perubahan yang teratur.

4. Fusi
Fusi adalah jenis perubahan bunyi yang hampir sering ditemukan, yang memperlihatkan menyatunya bunyi yang mulanya merupakan dua bunyi yang berbeda dan akibatnya bunyi tunggal mengandung sejumlah ciri fonetis dari kedua bunyi semula.  Contohnya, *oen -- oe ‘sesuatu’; *bon -- bo  ‘baik’. Simbol di atas vokal bahasa Perancis menandakan bahwa vokal itu dinasalkan, dengan udara yang keluar melalui hidung maupun mulut. Generalisasinya dapat dipaparkan sebagai berikut :
            vokal   ---        nasal    --- vokal yang dinasalkan

5. Proses Pengenduran
            Proses pengenduran adalah proses fonetis yang justru berlawanan dengan fusi. Dari sebuah bunyi yang semula tunggal ditemukan kemungkinan berkembangnya sebuah urutan dua bunyi, masing-masing dengan sejumlah ciri-ciri bunyi semula. Misalnya, kata [slaek] ‘kekenduran’, muncul ucapan [baik] dan [slaik]. Bunyi [ae] telah menjadi [ai] dan ini dapat dipandang sebagai gejala pengenduran dengan ciri (1) depan; (2) rendah.

6. Pemecahan Vokal
Dalam proses ini kedua vokal berkembang dari sebuah vokal tunggal. Proses ini disebut sebagai pemecah vokal. Akan tetapi, pemecahan vokal berbeda dari pengenduran fonetis dalam hal pemecahan vokal tidak mungkin untuk mendapatkan pengalihan ciri-ciri dari suatu vokal tunggal yang asli salah satu dari dua vokal yang berikutnya. Contohnya dalam bahasa Kairiru
Protobahasa               Kairiru
*pale                            pial                  ‘rumah’
*namu                         niam                ‘tikus’
*tolu                            tuol                  ‘tiga’

7. Asimilasi
            Asimilasi merupakan jenis perubahan bunyi yang paling umum terjadi. Perubahan bunyi ini lebih dipandang sebagai akibat pengaruh satu bunyi terhadap bunyi yang lain. Jika satu bunyi menyebabkan bunyi yang lain berubah sehingga dua bunyi tersebut berakhir dengan lebih mirip satu sama lain dengan suatu cara.


3.Perubahan Kosa Kata
            Perubahan kosa kata dalam berbagai bahasa sangat sering dapat diamati. Perubahan kosa kata menurut Fernandez dapat terjadi karena sering terjalin kontak budaya antarpenutur bahasa. Hampir mustahil membayangkan dalam dunia modern ini tidak terjadi kontak antarbudaya. Kalaupun ada, keadaan yang demikian tidak umum terjadi.
            Bahasa sebagai salah satu unsur budaya pun juga mengalami kontak. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya penyerapan kosa kata  yang berasal dari bahasa lain. Misalnya, kosa kata Melayu yang merupakan hasil penyerapan dari bahasa Arab. Kosa kata seperti waktu, zaman, musim, hadir, hakim, bulan, sabun, nama-nama hari seperti Ahad, Senin, Selasa, dan seterusnya. Misalnya lagi, pengaruh budaya portugis yang juga menyebabkan terjadinya persinggungan bahasa. Oleh karena itu, kita mengenal kosa kata seperti bendera, meja, kemeja, kereta, keju, mentega, pepaya, nanas, cabe, dan lain-lain. Kata-kata seperti om, tante, handuk, dongkrak, kakus, dan sebagainya merupakan bentuk serapan dari bahasa Belanda. Lebih banyak lagi bentuk serapan dari bahasa Inggris, seperti radio, telepon, statsiun, dan transpor.  

G. Perubahan Bahasa yang Disebabkan Faktor dari Luar (Perubahan Sekunder)
            Perubahan bahasa menurut Fernandez (1994:56) dapat disebabkan oleh faktor kontak antarbahasa. Bahasa Melayu dan bahasa Jawa telah berkontak sejak kurun waktu yang lama. Saling pengaruh antarbahasa tersebut telah terjadi lama sebelum kedatangan kaum kolonialis Belanda. Dengan kedatangan Belanda bahasa Melayu yang luas wilayah pemakainnya (sebagai lingua franca) meliputi hampir seluruh nusantara, lebih banyak digunkan sebagai alat komunikasi oleh kaum penjajah.        
            Akibatnya, dalam berkomunikasi bahasa Melayu labih sering digunakan oleh masyarakat, sehingga hal ini sering menimbulkan masalah apabila ingin diamati unsur serapan yang ada pada bahasa Jawa dan Melayu. Banyak unsur Melayu masuk dalam bahasa Jawa atau sebaliknya. Namun, karena Jawa –Melayu merupakan bahasa kerabat maka sulit diketahui apakah seperangkat kata merupakan hasil pungutan ataukah kata kerabat (perangkat kognat) lain halnya, seperti antara bahasa Cina-Melayu

H. Sebab-Sebab Perubahan Bahasa
            Bahasa pada hakekatnya merupakan proses yang terus berlanjut seiring dengan perkembangan kebudayaan. Apabila pikiran dasar itu didalami lebih jauh maka dapat dikatakan bahwa kehidupan manusia sendiri lebih jelas menerangkan tentang hakekat perubahan itu sendiri. Pengalaman hidup manusia memperlihatkan bahwa dari kelahirannya manusia itu terus menerus menjalani proses perubahan dalam dirinya hingga pada suatu ketika proses perubahan itu dapat dialami secara drastis (tidak hanya peralihan dari muda menjadi tua, dari tidak ada menjadi ada, tetapi bahkan perubahan dari ada menjadi tidak ada lagi di alam ini).
            Semua gejala kehidupan manusia berdasarkan penjelasan di atas adalah mengalami perubahan. Oleh karena itu, bahasa sebagai piranti yang penting dalam pola perkembangan kehidupan manusia. Alasan terjadinya perubahan bahasa menurut Fernandez (1994:13) adalah:
1. Perubahan bahasa manusia sebanding dengan perubahan anatomi fisiknya.
2. bahasa merupakan unsur bawaan sejak lahir (hereditas). Oleh karena itu sebagian besar ahli bahasa mengatakan bahwa terdapat hubungan antara golongan darah seseorang dengan ciri-ciri bahasanya.
3. Perubahan fisik seseorang juga dapat dikaitkan dengan perubahan bahasa seseorang. Contohnya, jika anak tumbuh maka bentuk mulutnya pun berubah, sehingga bahasa yang dihasilkan pun juga mengalami perkembangan.
4. Bahasa berkembang karena adanya proses pewarisan dari orang tuanya.

I. Kesamaan Bentuk
            Untuk mengadakan perbandingan yang sistematis perlu dilakukan penyusunan perangkat ciri-ciri yang berkorespondensi dari unsur-unsur yang diperbandingkan dalam macam-macam bahasa. Selain itu, peneliti bahasa juga ada yang tertarik untuk meneliti bentuk-bentuk yang onomatopetis, yang urutan-urutan bunyinya memberi sugesti pada sesuatu atau meniru sistem fonologi hal tertentu.
Sehubungan dengan kemiripan-kemiripan bahasa seperti tersebut di atas perlu kiranya ditegaskan bahwa pertalian fonetis saja belum tentu mengandung kemiripan makna atau kemiripan fonetis dan makna belum tentu membuktikan bahwa kedua bentuk itu berasal dari suatu bentuk proto yang sama.
            Kemiripan fonetis dan semantik dapat juga terjadi karena faktor kebetulan. Misalnya, kata mati yang berarti ‘mata’ secara fonetis boleh dikatakan mirip dengan mata dalam bahasa Indonesia. Orang akan mengira bahwa di sini terdapat persamaan fonetis dan semnatis. Jadi, seharusnya kedua kata itu berasal dari suatu kata proto yang sama. Namun, setelah diselidiki dengan cermat ternyata bahwa pertalian semacam itu hanya bersifat kebetulan (by chance) karena sama sekali tidak terdapat hubungan sejarah antara kedua kata itu. Kata Yunani mati merupakan hasil perkembangan terakhir dari kata Yunani Kuno yang berarti ‘mata kecil’.Bentuk mati sebenarnya merupakan suatu bentuk derivatif dari kata dasar omma yang berarti mata. Sebaliknya kata mata dalam bahasa Indonesia mempunyai bentuk yang sama dengan proto  dalam bahasa sebelumnya. Sedangkan, kata mati Yunani modern yang berarti mata itu hanya mempunyai pertalian fonetis saja dengan kata mati dalam bahasa Indonesia tanpa ada kesamaan semantik.
            Keraf (1991:36) menyatakan adanya kemiripan fonetis dan semantik karena pinjam meminjam (borrowing). Misalnya, kata Indonesia : aljabar, alkohol, buku, bangku, agama dan sebagainya, adalah mirip dengan kata-kata dari bahasa Arab, Belanda, Sanskerta, adalah bukan karena berasal dari proto yang sama tetapi karena pinjaman .
            Masalah pinjam-meminjam kata dalam suatu bahasa adalah masuk wilayah historis. Namun, dalam kajian Linguistik badingan Historis aspek tersebut tidak bisa dimasukkan. Hal tersebut disebabkan karena dalam Linguistik bandingan Historis yang dibicarakan adalah kemiripan atau kesamaan bentuk-makna sebagai akibat perkembangan sejarah yang sama, atau perkembangan dari suatu bahasa proto yang sama. Bahasa-bahasa yang mempunyai hubungan yang sama atau berasal dari suatu bahasa proto yang sama, serta kemudian berkembang menjadi bahasa-bahasa baru, termasuk dalam satu keluarga bahasa (language family).
            Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kemiripan bentuk-makna yang terdapat dalam bahasa-bahasa, dapat terjadi karena tiga faktor, yaitu:
  1. Karena warisan langsng (inheritance) oleh dua bahasa atau lebih dari suatu bahasa proto yang sama. Bentuk yang sama tersebut dinamakan bentuk kerabat (cognate)
  2. Karena faktor kebetulan (by chance). Misalnya kata nass dalam bahasa Jerman dan nas dalam bahasa Zuni yang sama-sama berarti basah.
  3. Karena pinjaman (borrowing). Suatu kemiripan bentuk-makna terjadi karena suatu bahasa akseptor menyerap unsur tertentu dari sebuah bahasa donor akibat kontak dalam sejarah.


J.  Penentuan Kata Kerabat
            Dasar penetapan kata kerabat adalah dengan kemiripan bentuk dan makna. Asumsi mengenai kata-kat kerabat menurut Keraf (1991:37) adalah sebagai berikut:
  1. Ada sejumlah besar kosa kata dari suatu kelompok bahasa tertentu secara relatif memperlihatkan kesamaan yang besar bila dibandingkan dengan kelompok-kelompok lainnya.
  2.  perubahan fonetis dalam sejarah bahasa-bahasa tertentu memperlihatkan pula sifat yang teratur. Keberaturan ini oleh Grimm dirumuskan sebagai hukum bunyi .
  3. Semakin dalam kita menelusuri sejarah bahasa-bahasa kerabat, semakin banyak pula ditemukan kesamaan antara pokok-pokok yang dibandingkan. Antara satu kelompok dengan kelompok lain terdapat lagi kesamaan-kesamaan tertentu. Korespondensi yang teratur antara bahasa dapat dijelaskan sebagai kibat perubahan bunyi yang teratur antara bahasa-bahasa kerabat. Perubahan yang terjadi pada bahasa-bahasa kerabat sejauh yang dapat dicatat dalam naskah-naskah tua, kemudian dirumuskan dalam kaidah-kaidah teoretis, sehingga tidak saja mencakup zaman prahistori bahasa

K.Metode Penelitian

            Pada artikel ini dikemukakan refleks Proto Austronesia (PAN) pada bahasa Jawa di Kabupaten Pacitan Jawa Timur. Untuk menganalisis inovasi dan retensi fonologis proto Austronesia pada Bahasa Jawa, digunakan metode historis-komparatif. Adapun langkah-langkah kerja untuk merekonstruksi fonologi, meliputi:
    1. penetapan wujud protofonem beserta lingkungan yang dimasukinya (pemerian sistem fonologi protobahasa);
    2. perumusan refleks fonem protobahasa pada bahasa-bahasa sekerabat yang diteliti, refleks protobahasa tersebut lazimnya dapat diamati dalam korespondensi bunyi berdasarkan padanan perangkat kognat;
    3. perumusan kaidah korespondensi fonem antarbahasa sekerabat berdasarkan refleks fonem protobahasa yang dikaji (Fernandez,1996:27).
Dalam kajian diakronis bahasa Jawa di Kabupaten Pacitan ini digunakan metode kulaitatif deduktif. Sementara itu, teknik yang digunakan adalah teknik rekonstruksi eksternal dengan pendekatan dari atas ke bawah (top-down approach). Pada tahap ini ditinjau hubungan antarproto bahasa pada dua peringkat yang berbeda, yaitu peringkat yang tertinggi  (PAN) dan peringkat yang lebih rendah dilaksanakan secara deduktif (Fernandez,1996:29).
            Data yang dibandingkan adalah kata-kata yang sama arti dari dua bentuk bahasa; Proto Austronesia (PAN) dan Bahasa Jawa di Kabupaten Pacitan. Etimon PAN yang digunakan adalah mengacu Blust dan Dyen pada buku berjudul “English Finderlish Recounstructions in Austronesian Languages” yang ditulis oleh S.A Wurm dan B. Wilson. Penelusuran refleks proto Austronesia (PAN) pada bahasa Jawa ini dilakukan dengan maksud mengidentifikasi inovasi dan retensi dari PAN. Adapun jumlah data yang dibandingkan adalah berjumlah 200 data.

l. Pembahasan
            Bahasa Jawa sebagai bagian dari bahasa dalam rumpun Austronesia tentu saja memiliki refleks proto Austronesia. Hal tersebut dibuktikan bahwa berdasarkan hasil analisis diakronis bahasa Jawa refleks proto tersebut sangat jelas terlihat. Refleks-refleks PAN pada bahasa Jawa dapat dideskripsikan sebagai berikut:

1. Refleks pada Sistem Vokal Bahasa Jawa
Seperti halnya dalam bahasa-bahasa yang termasuk dalam rumpun Austronesia, bahasa Jawa juga mempunyai lima foem vokal yang meliputi /a/, /i/, /u/, /e/, /o/. Berdasarkan analisis data, tampak bahwa dalam bahasa Jawa memang terdapat lima fonem vokal, dengan distribusi sebagai berikut:
Fonem Vokal
/#-/
(Posisi Awal Kata)
/-K-/
(Posisi Tengah Kata)
/-#/
(Posisi Akhir Kata)
/a/
Awu ‘abu’
Dadi ‘jadi’
Wuta ‘buta’
/i/
Iwak ‘ikan’
Lindu ‘gempa’
Wesi ‘besi’
/u/
Uteg ‘otak’
Bagus ‘tampan’
Asu ‘anjing’
/e/
Edan ‘gila’
Getak ‘membentak’
Lare ‘anak’
/o/
Omah ‘rumah’
Wolu ‘delapan’
Ondho ‘tangga’

            Inovasi dan Retensi Fonem Vokal Bahasa Jawa
  1. *a>a//#KV-
         /-KV#u
      Evidensi:
      *teka(?h)>teka            ‘datang’
*manuk> manuk               ‘burung’
*anak>anak                       ‘anak’
      Berdasarkan data tersebut di atas tampak bahwa pada fonem vokal */a/ tidak mengalami inovasi. Fonem /a/ pada bahasa Jawa merupakan refleks PAN *a seperti terlihat dalam contoh, bahwa kata PAN teka(?h) menjadi teka JW; PAN *manuk menjadi JW manuk; dan kata PAN *anak menjadi JW anak 

  1. *i>i//# KV-
       /-KV#
Evidensi:
*taqi>tahi                    ‘kotoran manusia’
*tIlik>tIlik                  ‘berkunjung’
*IjuN>irung                ‘hidung’
Pada data di atas tampak bahwa fonem vokal */i/ tidak mengalami inovasi. Fonem /i/ pada bahasa Jawa merupakan refleks dari PAN*i merupakan refleks /i/ pada bahasa Jawa, seperti terlihat dalam contoh etimon kata PAN*taqi manjadi JW tahi. Selain itu, juga terlihat etimon kata JW *tIlik menjadi JW tilIk dan *IjuN manjadi JW irung.

  1. *u>u/#KV-
                      /-KV#
            *paku>paku                ‘paku’
            *’ulut>urut                  ‘pijat’
            *timun>timun ‘buah mentimun’
            Berdasarkan data tersebut tampak fonem vokal*/u/ tidak mengalami inovasi. Fonem /u/ pada bahasa Jawa merupakan refleks dari PAN *u seperti terlihat dalam contoh etimon PAN*paku menjadi JW paku; PAN ulut menjadi urut; dan PAN *timun menjadi timun

  1. *ә >  ә
Evidensi:
Gŋlang>glang             ‘gelang (perhiasan)’
  (m)bun>  mbun                     ‘embun’
Berdasarkan data di atas tampak fonem vokal*/   / tidak mengalami inovasi. Fonem /    / pada bahasa Jawa merupakan refleks dari PAN*  seperti terlihat pada contoh di atas.

B. Inovasi dan Retensi Diftong
1. *-ey>i// - (K)VK#
      *-ay>i//- (K)VK#
       *-uy>i//-(K)VK#
Evidensi:
*qatey>ati                   ‘hati’
*matay>mati               ‘mati’
*apuy>geni                 ‘api’
            Diftong PAN* /ey/ dan /ay/ mengalami inovasi menjadi /i/ pada bahasa Jawa. Diftong */-ey/ dan /-ay/ pada PAN hanya terdapat pada posisi ultima saja. Hal ini dapat diketahui pada contoh di atas, misalnya PAN*qatey menjadi ati;
dan PAN *matay menjadi mati serta PAN *apuy menjadi JW geni.

2. *uy>u//-(K)VK#
    *aw>u//-(K)VK#
Evidensi:
*linduy>lindu ‘gempa’
*kumuy>kumu            ‘kumur’
*qajaw>mlayu ‘berlari’
            Diftong PAN */uy/ mengalami inovasi menjadi /u/ pada bahasa Jawa. Diftong */uy/ pada PAN hanya terdapat pada posisi ultima saja. Hal ini dapat diketahui dari contoh di atas, PAN *linduy menjadi Jw lindu; PAN *kumuy menjadi JW kumu; PAN *qajaw menjadi JW mlayu.Berdasarkan hal tersebut tampak bahwa diftong PAN/uy/ menjadi JW/u/  dan PAN/aw/ menjadi JW/u/.

2. Inovasi dan Retensi pada Sistem Konsonan Bahasa Jawa
A. Inovasi dan Retensi Konsonan Bahasa Jawa
1. *b>w//KVK-
            //-KVK
      Evidensi    : *abuh > awu ‘abu’
                           *buta > wuta            ‘buta’
                           *bulu[?h] > wulu      ‘delapan’
                           *besi > wesi             ‘besi’
                           *buaq >woh ‘buah’
            Konsonan PAN */b/ menjadi JW /w/ pada posisi penoltima dan ultima. Hal tersebut dapat dilihat pada contoh PAN* abuh menjadi JW awu. Sedangkan, kata PAN *buta menjadi JW wuta.

2. *b>b//#KV-
Evidensi          : *buqaya > baya         ‘buaya’
            Konsonan PAN */b/ tetap /b/. Konsonan PAN*/b/ tidak mengalami perubahan. Pada data tersebut tampak bahwa fonem konsonan */b/ tidak mengalami inovasi. Fonem /b/ pada bahasa Jawa merupakan refleks dari PAN*b seperti terlihat dalam contoh etimon PAN*buqaya menjadi JW baya.

3. *b>d//#KV-
Evidensi          : *budbud > duduh     ‘kuah’
            Konsonan PAN*/b/ berubah menjadi JW/d/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penoltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN*budbud  berubah menjadi JW duduh yang bermakna kuah.
 
4. *b > Ø//*KVK-
Evidensi          : *budbud > duduh     ‘kuah’
                           *kebkeb>kekeb        ‘memeluk’
Konsonan PAN*/b/ berubah menjadi JW /Ø/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penoltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *budbud berubah menjadi JW budbud, dan etimon PAN*kebkeb menjadi kekeb yang berarti ‘memeluk’. Pada contoh tersebut di atas terlihat bahwa fonem */b/ hilang pada bentuk bahasa Jawa.

5. *b >g//#KV-
Evidensi          : *batak > getak          ‘membentak’
Konsonan Pan */b/ berubah menjadi /g/ pada posisi penoltima. Hal itu terlihat pada etimon kata PAN * batak menjadi JW getak yang bermakna ‘membentak’.
6. *c >t//#KV-
Evidensi          : *cal[ŋa?] > talingan   ‘telinga’
                           *carat > karat           ‘karat’
Konsonan PAN*/c/ menjadi JW /t/ pada posisi penoltima. Hal itu terlihat pada etimon kata PAN*cal[ŋa?] menjadi JW  talingan bermakna            ‘telinga’.
7. *c >k//#KVK-
Evidensi          : *k’aŋkul>pacul         ‘alat untuk mencangkul’
                             *carat > karat         ‘karat’
Konsonan PAN */c/ berubah menjadi JW/k/ pada posisi penoltima. Hal tersebut dapat dilihat pada etimon kata  PAN*k’aŋkul menjadi JW pacul        ‘alat untuk mencangkul’. Selain itu, perubahan tersebut juga dapat diamati pada etimon kata PAN*carat menjadi JW karat         ‘karat’.

8. *d>h//-KVK#
Evidensi          : *budbud > duduh     ‘kuah’
Konsonan PAN*/b/ berubah menjadi JW /h/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *budbud berubah menjadi JW duduh.

9. *d >r//-KVK#
Evidensi          : *mudaq > murah       ‘murah’
                           *qudaŋ > uraŋ          ‘udang’
                           *qudip > urip           ‘hidup’
Konsonan PAN*/d/ berubah menjadi JW /r/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *mudaq menjadi JW murahyang bermakna ‘murah’. Demikian juga dengan etimon *qudaŋ menjadi  uraŋ bermakna ‘udang’. Sedangkan, etimon PAN*qudip menjadi JW urip yang bermakna             ‘hidup’

10. *d > j//#KVK
              //-KVK#
Evidensi          : *d’aŋgut > janggut   ‘dagu’
                          *gad’ah > gajah        ‘gajah’
Konsonan PAN*/d/ berubah menjadi JW /j/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN * d’aŋgut  menjadi JW janggut yang bermakna ‘dagu’. Perubahan tersebut juga terjadi pada etimon kata PAN  *gad’ah menjadi  gajah     yang bermakna ‘gajah’.

11. *gh>k//#KV-
Evidensi          : *[gh]uli > kuli           ‘kuli’
Konsonan PAN*/gh/ berubah menjadi JW /k/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *[gh]uli  menjadi JW kuli yang bermakna ‘kuli’.
12. *h>k//#KV-
Evidensi          : *huduŋ > kuduŋ       ‘kerudung’
Konsonan PAN*/h/ berubah menjadi JW /k/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *huduŋ  menjadi JW  kuduŋyang bermakna  ‘kerudung’
13. *h>η //#KVK-
Evidensi          : *hamuk > ŋamuk      ‘ marah’
Konsonan PAN*/h/ berubah menjadi JW /η/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *hamuk menjadi JW ŋamuk yang bermkan  ‘ marah’
14. *j>t//-KV#
Evidensi          : *buja > wuta             ‘buta (cacat)’
Konsonan PAN*/j/ berubah menjadi JW /t/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN **buja menjadi JW wuta yang bermakna ‘tuna netra’.

15. *k>ŋ//#KV-
Evidensi          : *kikik > ŋikik            ‘terpingkal-pingkal’
Konsonan PAN*/k/ berubah menjadi JW /η/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penolltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN * kikik menjadi JW ŋikik yang bermakna ‘terpingkal-pingkal’

16. *k>p//#KVK-
Evidensi          : *kaŋkul > pacul         ‘cangkul’
Konsonan PAN*/k/ berubah menjadi JW /p/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penolltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *kaŋkul menjadi  JW pacul yang bermakna ‘cangkul’

17. *l > r//-KVK#
Evidensi          : *bənəl > bener           ‘benar’
Konsonan PAN*/l/ berubah menjadi JW /r/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *bənəl menjadi JW bener yang bermakna ‘benar’.

18. *l >l//-KVK#
Evidensi          : *kili[?h] > kelek        ‘ketiak’
Konsonan PAN*/l/ berubah menjadi JW /l/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *kili[?h] menjadi JW kelek yang bermakna  ‘ketiak’
19.  *m >ŋ//-KVK#
Evidensi          : *qitem > ireŋ             ‘hitam’
Konsonan PAN*/m/ berubah menjadi JW /η/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *qitem menjadi JW ireŋ yang bermakna ‘hitam’.
20. *m > Ø//#KVK-
Evidensi          : *gemgem > gegem    ‘menggenggam’
Konsonan PAN*/m/ berubah menjadi JW /Ø/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penolltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *gemgem menjadi JW gegem yang bermakna ‘menggenggam’.
21. *n > k//-KVK#
Evidensi          : *Ikan > iwak             ‘ikan’
22. *ŋ>m//#KVK
              //-KVK#
Evidensi          : *gangpang > gampang          ‘mudah’
                          *tuŋut > tumut                      ‘ikut’
23. *? >ŋ//#KV-
Evidensi          : *?inep> ŋinəp                        ‘menginap’
Konsonan PAN*/?/ berubah menjadi JW /η/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penolltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *?inep menjadi JW  ŋinəp yang bermakna ‘menginap’.
24. *p > t//-KVK#
Evidensi          : *diləp > dilat                         ‘dijilat’
Konsonan PAN*/p/ berubah menjadi JW /t/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN * diləp menjadi  JW dilat           yang bermakna ‘dijilat’
25. *q > h//-KVK#
 Evidensi         : *rumaq > omah                     ‘rumah’
                          *tapiq > tapih                        ‘ selendang’
                          * masaq > musuh                  ‘musuh’
                          *panaq > panah                     ‘anak panah’
                          *pasaq > pasah                      ‘memasah’
                          *taqi > tahi                            ‘ kotoran manusia’
Konsonan PAN*/q/ berubah menjadi JW /h/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN * rumaq menjadi JW omah yang bermakna ‘rumah’, PAN*tapiq menjadi JW tapih yang bermakna ‘ selendang.Etimon PAN  * masaq menjadi JW musuh yang bermakna ‘musuh’, PAN *panaq menjadi  panah yang bermakna ‘anak panah’, etimon PAN*pasaq menjadi  JW pasah yang bermakna ‘memasah’ , etimon PAN*taqi menjadi  JW tahi yang bermakna ‘ kotoran manusia’

26. *q > Ø//#KVK-
Evidensi          : *qudip > urip                                    ‘hidup’
                          *qatey > ati                           ‘hati’
                          * qareqəp > arep-arep            ‘mengharap’
Konsonan PAN*/q/ berubah menjadi JW /Ø/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN * qudip menjadi JW  urip yang bermakna ‘hidup’, *qatey menjadi JW ati yang bermakna             ‘hati’, PAN * qareqəp menjadi JW arep-arep yang bermakna ‘mengharap
27. *q > r//-KVK#
Evidensi          : *laleq > laler              ‘lalat’
Konsonan PAN*/q/ berubah menjadi JW /r/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *laleq menjadi JW  laler yang bermakna  ‘lalat’
28. *q > ŋ//-KVK#
Evidensi          : *(q)apura > ŋapura    ‘maaf’
Konsonan PAN*/q/ berubah menjadi JW /η/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *(q)apura menjadi JW ŋapurayang bermakna ‘maaf’
28. *r > l//-KVK#
Evidensi          : *lalaŋ > ŋlarang         ‘melarang’
Konsonan PAN*/r/ berubah menjadi JW /l/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *lalaŋ menjadi  JW ŋlarang        yang bermakna ‘melarang’
29. r > Ø//#KV-
Evidensi : * rumaq > omah     ‘rumah’
Konsonan PAN*/r/ berubah menjadi JW /Ø/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN * rumaq menjadi JW omah yang bermakna‘rumah’
30. r > s//#KV-
Evidensi          : *ratus > satus            ‘ seratus’
Konsonan PAN*/r/ berubah menjadi JW /s/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penolltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN * ratus menjadi JW satus yang bermakna‘seratus’
31. *t > s//#KV-
        *t>s//-KVK#
Evidensi          : *tabuk > sabuk          ‘ikat pinggang’
                           *matak > masak       ‘memasak’
                           *bagut > bagus         ‘tampan’
Konsonan PAN*/t/ berubah menjadi JW /s/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima maupun ultima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *tabuk menjadi JW  sabuk          yang bermakna ikat pinggang, etimon kata PAN *matak menjadi JW masak yang         bermakna ‘memasak’, serta etimon kata *bagut menjadi  bagus yang bermakna ‘tampan’.
32. *t > g//#KV-
Evidensi          : *təpuŋ > gləpuŋ        ‘tepung’
Konsonan PAN*/t/ berubah menjadi JW /g/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *təpuŋ menjadi JW gləpuŋ yang bermakna ‘tepung’.
33. *t>Ø//#KVK-
Evidensi          : *putput > pupus
                          *tapu > sapu              ‘sapu’
Konsonan PAN*/t/ berubah menjadi JW / Ø /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *putput berubah menjadi pupus yang bermakna ujung, dan etimon kata PAN *tapu menjadi JW sapu yang bermakna sapu.
34. *t > r//#KV-
Evidensi          : *qitem > ireng           ‘hitam’
Konsonan PAN*/t/ berubah menjadi JW / r /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *qitem menjadi  ireng       yang bermakna hitam.
35. *w>Ø//KV-
Evidensi          : *wasu? > asu             ‘anjing’
Konsonan PAN*/w/ berubah menjadi JW / Ø /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *wasu? menjadi  JW asu yang bermakna  anjing.
36. *w>n//-KVK#
Evidensi          : *limauw > limun       ‘jeruk’
Konsonan PAN*/w/ berubah menjadi JW / n /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *limauw menjadi  limun yang bermakna jeruk.
37. *y>Ø//-KVK#
Evidensi          : *kumuy > kumu        ‘kumur’
                          *linduy > lindu         ‘gempa’
Konsonan PAN*/y/ berubah menjadi JW / Ø /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *kumuy berubah menjadi JW kumuyang bermakna kumur. Etimon PAN *linduy menjadi  JW linduyang bermakna ‘gempa’.
38.*y > dh//-KVK#
Evidensi          : *tuyun > mudhun     ‘turun’
Konsonan PAN*/y/ berubah menjadi JW / dh /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *tuyun menjadi JW  mudhunyang bermakna ‘turun’.
39. *z > j//-KV#
Evidensi          : *diZi > driji               ‘jari’
Konsonan PAN*/z/ berubah menjadi JW / j /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN **diZi menjadi JW driji yang bermakna  ‘jari’.
40. *Ø>r//#KV-
            //-KV#
Evidensi          : *diZi > driji               ‘jari’
                          *bi [!]u > biru            ‘biru’
Konsonan PAN*/ Ø / berubah menjadi JW / r /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penultima dan ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *diZi menjadi JW driji yang bermakna  ‘jari’, serta etimon kata PAN  *bi [!]u menjadi JW biru yang bermakna ‘biru’.
41. *Ø>ŋ//#KV-
            //-KV#
Evidensi          : *lalaŋ > ŋlaraŋ           ‘melarang’
                          *kaka > kakaŋ           ‘kakak laki-laki’
Konsonan PAN*/Ø/ berubah menjadi JW /ŋ/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penultima dan ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *lalaŋ menjadi JW  ŋlaraŋ           yang bermakna‘melarang’. Etimon PAN *kaka menjadi JW kakaŋ yang bermakna ‘kakak laki-laki’
42. *Ø>k//-KV#
Evidensi          : *paan > pakan           ‘makanan ternak’
Konsonan PAN*/Ø/ berubah menjadi JW /k/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penultima dan ulltima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *paan menjadi JW pakan            yang bermakna ‘makanan ternak’.
43. *Ø>h//-VK#
Evidensi          : *muta > mutah          ‘muntah’
Konsonan PAN*/Ø/ berubah menjadi JW /h/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ultima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *muta menjadi JW mutah yang bermakna  ‘muntah’.
44. *?>Ø//-KV#
Evidensi          : *susu? > susu            ‘susu’
                          *bulu[?]-wulu            ‘bulu’
Konsonan PAN*/?/berubah menjadi JW/Ø/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ultima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *susu? menjadi  susu yang bermakna ‘susu’, serta etimon PAN  *bulu[?]menjadi JW wulu yang bermakna ‘bulu’.
45. *?>n//-VK#
Evidensi          : *cal[ŋa?] > taliŋan     ‘telinga’
Konsonan PAN*/?/berubah menjadi JW/n/. Perubahan tersebut terjadi pada posisi ultima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *cal[ŋa?] menjadi JW  taliŋan yang bermakna  ‘telinga’.
46. *?>ŋ//#KV-
Evidensi          : *?inep>ŋinəp             ‘menginap’
Konsonan PAN*/?/berubah menjadi JW/ ŋ /. Perubahan tersebut terjadi pada posisi penultima. Hal tersebut terlihat pada etimon PAN *?inep menjadi JW ŋinəp yang bermakna ‘menginap’.

Jenis-Jenis Inovasi
  1. Inovasi Substitusi
Substitusi ialah penggantian satu bunyi dengan yang lainnya.
*b>w
Inovasi konsosnan PAN */b/ menjadi JW /w/ merupakan inovasi substitusi. Hal ini misalnya terlihat pada
Evidensi: *abuh > awu
                *buta > wuta
                * bulu [?] > wulu
            2. Inovasi Marger
                Marger (penggabungan) ialah berpadunya dua fonem atau lebih menjadi satu fonem. Marger is the loss of a contrast formely existed between two (or more) phonemes (trask,2000:210)
                *uh > u
               *uan > on
               *aw >u
               *uy >u
               *ey > i
               Evidensi       : *qatey > ati
                                      * limaw > limun
     3. Inovasi Split
               Split  (pisahan) ialah berpisahnya sebuah fonem menjadi dua fonem atau lebih. Split is any phonological change in which a single phonemem gfives rise to two distinsct phonemes (Trask,2000:320).
a.       Inovasi split terjadi pada fonem konsonan PAN, misalnya:
*b           ________ w
                                d
                                 g
                                 Ø  


*d                            h
                                r
                                j
                                                     l
Sementara itu, kaidah sekunder yang terjadi dalam perubahan PAN terhadap bahasa Jawa adalah sebagai berikut:
  1. Asimilasi
Asimilasi ialah kaidah sekunder yang terjadi jika satu bunyi menyebabkan bunyi yang lain berubah sehingga dua bunyi tersebut berakhir dengan lebih mirip satu sama lain. Assimilation is sintagmatic change in which some sequence usully within a single phonological word or phrase (Trask, 2000:30). Oleh karena itu, asimilasi sungguh-sungguh merupakan jenis perubahan bunyi yang paling umum terjadi.
Misalnya          : gemgem > gegem

  1. Metatesis
Perubahan jenis ini tidak termasuk pelespan atau penambahan atau mengubah wujud bunyi tertentu; secara singkat lebih merupakan perubahan dalam urutan bunyi. Metathesisi is any syntagmatig change in which the order of segments (or sametimes of other phonological elementas) in a word is altered (Trask, 2000:211).
Misalnya          : kulambu > selambu

Tabel
No
Gloss
Etimon PAN
Kosa Kata Bahasa Jawa
Inovasi dan Retensi Konsonan Bahasa Jawa
Inovasi dan retensi Vokal dan Diftong Bahasa Jawa
Ket
1.
Anjing
*gukguk
Asu
g>a

u>s              

2.
Burung
*Manuk
manuk
m-n-k>m-n-k

a-u>a-u

3.
Ketiak
*Kili [?h]
Kelek
k-l-h>k-l-k
i>e


4.
Undangan
*(qh)atur
atur-atur
Qh-t-r>Ø-t-r
a-u>a-u

5.
datang
*Teka(?h)
tәka
T-k>t-k
e-a>ә-a

6.
panah
*panaq
panah
p-n-q>p-n-h
a.-a>a-a

7.
abu
*abuh
awu
b-h>w-Ø
a-u>u-a

8.
karung
*karung
karUŋ
k-r>k-r
a-u>a-U

9.
timbang
*Timbaŋ
timbaŋ
T-b-ŋ> t-b-ŋ
i-a>i-a

10.
botak
*butak
bothak
b-t-k>b-T-k
u-a>oa

11.
bambu
*buluq
priŋ
b-l-q>p-rŋ
u>i

12.
kantung
*kanTuŋ
kanToŋ
Kn-Tŋ>kn-Tŋ
a-u>a-o

13.
Laut
*sawaŋ
laUt
s-wŋ>l-t
Aw>u

14.
Palu
*palu
pukul
p-l>p-k-l
a-u>u-u

15.
tampan
*Bagut’
bagus
B-g-t>b-g-s
a-u>a-u

16.
jadi
*zadi
dadi
z-d>d-d
a-i>a-i

17.
lebah
*tabuan
tawon
t-b-n>t-w-n
a>a
ua>o

18.
membuka
*buka
buka?
b-k>b-k
ua>ua

19.
mulai
*Puna[q?h]
wiwid
P-n-q>w-w-d
u-i>a-i

20.
burung
*manuk
manuk
m-n-k>m-n-k
a-u>a-u

21.
hitam
*qitem
ireŋ
q-t-m>Ø-r-ŋ
i-e>i-ә

22.
selimut
*gәbә[!]
kәmul
g-b-!>k-m-l
ә>u

23.
buta
*buta
wuta
b-t>w-t
u-a>u-a

24.
darah
*zuRaq
gәtih
z-R-q>g-t-h
u-a>ә-i

25.
bunga
*kәmbaŋ
kәmbaŋ
k-m-bŋ>k-mŋ
ә-a>ә-a

26.
panu
*panaw
panu
p-n-w>p-n
Aw>u

27.
pukul
*heyup
antәm
h-y-p>n-t-m
e-u>a-ә

28.
Bi[!]u’
*biru
biru
b-r>b-r
i-u>i-u

29.
tumpul
*Pu(n)dul
kethul
p-d-l>k-T-l
u-u>e-u

30.
papan
*papan
papan
p-p>p-p
a-a>a-a

31.
badan
*?awak
awak
w-k>wk
a-a>a-a

32.
tulang
*[t]ulan
lulaŋ
t-l>l-l
u-a>u-a

33.
labu
*baluh
waluh
b-l-h>w-l-h


34
nanah
*naqnaq
nanah
n-q>n-h
a-a>a-a

35
petI’
*peti
pethi
p-t>p-T
e-i>e-i

36.
gelang
*gəlaη
gəlaη
g-l>g-l
e-a>e-a

37.
otak
*qautek
utәk
q-t-k>t-k
Au>u

38.
bekatul
*dadak
dedak
d-d-k>d-d-k


39.
pecah
*pecaq
pәcah
p-c-q>p-c-h
e-a>ea

40.
Susu
*Susu?
susu
S-s>s-s
u-u>u-u

41.
sapu
*T’apu
sapu
T-p>s-p
a-u>a-u

42.
kuah
*budbud
duduh
b-d>d-d
u-u>u-u

43.
kakak
*kaka
kakaη
k-k>k-k
a-a>a-a

44.
timba
*timba
timba
t-m-b>t-m-b
i-a>ia

45.
kupu
*Kupu’
kupu
K-p>k-p
u-u>u-u

46.
lilin
*lilin
lilIn
l-l-n>l-l-n
i-i>i-I

47.
kerudung
*Hud’uη
kudhuŋ
h-d-ŋ>k-d-ŋ
u-u>u>u

48.
karat
*carat
karat
c-r-t>k-r-t
a-a>a-a

49.
pangku
*Paηku’
paŋku
p-k>p-k
a-u>a-u

50.
kapur
*apure
kapur
p-r>k-p-r
a-u>a-u

51.
sapi
*ləmbu’
lәmbu
l-m-b>l-m-b
ә-u> ә-u

52.
pasti
*tə(n)tu’
mәsTi
t-t>m-s-T
ә>ә

53
Orang lain
*lIyan
liyan
l-y-n>l-y-n
I-a>i-a

54.
murah
*mudaq
murah
m-d-q>m-r-h
u-a>u-a

55.
pipi
*Pipi’
pipi
p-p>p-p
i-i>i-i

56.
dada
*Dada’
DaDa
D-d>D-D
a-a>a-a

57.
mengunyah
*mamaq
mamah
m-m-q>m-m-h
a-a>a-a

58.
kepala
*Da’tu?
sirah
D-t-?>s-r-h


59.
anak
*anak
anak
n-k>n-k
a-a>a-a

60.
janggut
*D’aηgut
jaŋgut
D-g-t>j-g-t
a-u>a-u

61.
kepung
*kəpuη
kəpuη
k-p>k-p
ә-u >ә-u

62
kuku
*Kuku’
kuku
k-k>k-k
u-u>u-u

63.
menggenggam
*gemgem
gәgәm
Gm-gm>g-g-m
ә-ә> ә-ә

64.
jelas
*dunuη
dunuη
d-n>d-n
u-u>u-u

65.
erat
*kəkət
kəkət
k-k-t>k-k-t
ə-ə> ə-ə

66.
‘əmbun
*‘əmbun
əmbUn
mb-n>mb-n
ə-u >ə-u

67.
nyiur
*Nyiur
nyiur
Ny-r>ny-r
i-u>iu

68
udang
*qudang
urang
q-dη>rη
u-a>u-a

69.
mangkuk
*mangkuk
mangkuk
mη-kk> mη-kk
a-u>au

70.
mentimun
*timun
timUn
t-mn>t-mn
iu>iU

71.
kelambu
*kulambu
selambu
klm-b>slm-b
ua-u>ea-u

72.
kekuatan
*daya
daya
d-y>d-y
a-a>a-a

73.
ikan
*Ikan
iwak
Kn>wk
I-a>a-a

74.
peluk
*peluk
sikәp
p-l-k>s-k-p
e-u>i-ә

75.
gelap
*DemDem
pәtәng
D-m>p-t
e-e>ә -ә

76.
Makanan ternak
*Pa[‘]an
pakan
p-‘>p-k
a-a>a-a

77.
dalam
*Dalem
jәro
D-l>j-r
a-e>ә-o

78.
tanggul
*tanggul
tanggul
t-g-l>t-g-l
a-u>a-u

79.
Salah
*salaq
salah
a-l-q>a-l-h
a-a>a-a

80.
Sanggah
*T’aŋgah
(m)bela
T-g-h>b-l
a-a>e-a

81.
kedudukan
*paŋkat
paŋkat
p-k-t>p-k-t
a-a>a-a

82.
membuka
*rebaq
(m)buka?
r-b-q>b-k-?
e-a>u-a

83.
tebal
*petpet
kandel
Pt-pt>kn-dl
e-e>a-e

84.
mengganti
*gantI’
(ng)ganti
gn-t>gn-t
a-I>a-i

85.
tahan
*(tT)ahan
ŋempet
T-h-n>m-p-t
a-a>e-e

86.
rusak
*Rusak
rusak
R-s-k>r-s-k
u-a>ua

87.
Diare
*cIrit
(ke)cIrit-cIrit
c-r-t>crt-crt
I-i>I-i

88.
Turun
*tuyun
muDun
t-y-n>m-D-n
u-u>u-u

89.
Ubah
*‘ibah
owah
b-h>w-h
i-a>o-a

90.
Sulit
*pajah
aŋel
p-j-h>ŋ-l
a-a>a-e

91.
berak
*tahI
tai
t-h>tØ
aI>ia

92.
hilang
*hilaŋ
ilaŋ
h-lŋ-Ø-lŋ
i-a>i-a

93.
muntah
*Muta’
mutah
M-t>m-t
u-a>u-a

94.
sakit
*T’akit
lara
T-k-t>l-r
a-i>a-a

95.
suapi
*dulaŋ
dulaŋ
d-lŋ> d-lŋ
u-a>u-a

96.
lauk
*lahuk
lawuh
l-h-k>l-w-h
a-u>au

97.
bentah
*bantah
(m)bantah
b-t-h>b-t-h
a-a>a-a

98.
pusing
*(dD)әŋәn
muñәŋ
Dŋ-n>mñŋ
ә-ә>u-ә

99.
membuat
*Bu’hat
Gawe
B-h-t>G-w
u-a>a-e

100.
anjing
*Wasu?
asu
W-s>Ø-s
a-u>a-u

101
memasak
*Mat’ak
masak
M-t-k>m-s-k
a-a>a-a

102.
pintu
*pintu
lawaŋ
p-n-t>l-w-ŋ
i-u>a-a

102.
bulu
*Bulu[?h]
wulu
b-l-h>w-l-Ø
u-u>u-u

103.
membentak
*batәk
gәtak
b-t-k>g-t-k
a-ә> ә-a

104.
minum
*?inum
ŋombe
?-n-m>ŋ-m-b
i-u>o-e

105.
lebah
*kudug
tawon
k-d-g>t-w-n
u-u>a-o

106.
perlombaan
*Lumba’
lomba
L-mb>l-mb
u-a>o-a

107.
genap
*gәnәp
gәnәp
g-n-p>g-n-p
ә-ә>ә-ә

108.
Tingkah laku
*laku
laku
l-k>l-k
a-u>au

109.
menjenguk
*tIlIk
tilIk
t-l-k>t-l-k
I-i>I-i

110
benua
*benua
benua
b-n>b-n
e-ua>e-ua

111.
memeluk
*kebkeb
kәkәp
Kb-kb>k-k-p
e-e> ә-ә

112.
sapi
*Lembu’
lәmbu
l-mb>l-mb
e-u> ә-u

113.
bangun
*bangun
tangi
b-ngn tangi
Bangun tangi

114.
kepiting
yuyu
yuyu
y-y> y-y
u-u> u-u


115.

lumpuh

lumpuh

lumpuh

l-mp-h>l-mp-h

u-u> u-u

116.
buaya
*buqaya
baya
b-q-y> b-y
u-a-a> a-a

117
lari
*qajaw
mlayu
Q-j-w >ml-y
a-aw >a-u

118.
mati
*mataJ
mati
m-t-J> m-t
a-a> a-i

119.
tuli
*beŋel
budheg
B-l >b-dh-g
u-e> e-e

120.
hutang
*‘utaŋ
utang
t-ŋ> t-ŋ
u-a> u-a

121.
hias
*hias
hias
H-s >h-s
i-a >i-a

122.
pusing
*pәniŋ
munyәng
p-n-ŋ> m-ny- ŋ
ә-i>u-ә

123.
pintu
*‘pintu
lawang
P-n-t >l-w-ng
i-u> a-a

124
madu
*madu
madu
m-d> m-d
a-u> a-u

125.
telinga
*Cal[ŋa?]
talingan
C-l>t-l-ng-n
a-a> a-i-a

126
gempa
*linduy
lindu
l-nd-y> l-nd
i-u> i-u

127
sulam
*sulam
dondom
s-l-m> d-nd-m
u-a> o-o

128
mudah
*gaŋpaŋ
gampaŋ
g-ŋp-ŋ> g-mp-ŋ
a-a> a-a

129
gajah
*Gad’ah
gajah
G-d-h >g-j-h
a-a> a—a

130
delapan
*walu
wolu
w-l>w-l
a-u> o-u

131
kandang
*kandaŋ
kanDaŋ
k-nd-ŋ> k-nD-ŋ
a-a> a-a

132
jemput
*papag
papag
p-p-g> p-p-g
a-a> a-a

133
kecewa
*Putput’
pupus
Pt-pt’ >p-p-s
u-u> u-u

134
musuh
*masaq
musUh
m-s-q> m-s-h
a-a> u-U

135
ukir
*‘ukI[!]
ukIr
k>k-r
u-I>u-I

136
datar
*Da’tar
rata
D-t-r> r-t
a-a> a-a

137
berak
*taqi
tai
T-q- t
ai >ai

138
melarang
*dalaŋ
mengiŋ
d-l-ŋ> m-ng-ŋ
a-a> e-i

139
pandai
*pandaJ
pintәr
P-nd-J> p-nt-r
a-a> i-ә

140
mata
*mata
mata
m-t> m-t
a-a> a-a

141
terkena
*kena
kәna
k-n >k-n
e-a >ә-a

142
lalat
*Laleg’
lalәr
L-l-g> l-l-r
a-e> a-ә

143
ikut
*T’uŋut
lumut
T’-ŋ-t >l-m-t
u-u>u-u

144
adat
*‘adat’
adat
d-t’> d-t’
a-a> a-at

145
jari
*diZI
driji
d-Z >dr-j
i-I >i-i

146
api
*apuy
gәni
p-y> g-n
a-uy> ә-i

147
marah
*hamuk
ŋamuk
H-m-k >ŋ-m-k
a-u> a-u

148
lima
*Lima?
lima
L-m-?> l-m
i-a> i-a

149
Tutup
*tutup
tutup
t-t-p> t-t-p
u-u> u-u

150
kilau
*kilap
kilap
K-l-p >k-l-p
i-a >i-a

151
buah
*buaq
woh
b-q >w-h
ua >o

152
tepung
*[t]apuŋ
glәpuŋ
p-ŋ> gl-p-ŋ
a-u> ә-u

153
buta
*Buja’
wuta
B-j’ >w-t
u-a’> u-a

154
Makanan ternak
*pakan
pakan
p-k-n> p-k-n
a-a> a-a

155
lipat
*lә(m)pit
lәmpit
l-(m)-p-t l-(m)p-t
ә-i> ә-i

156
melarang
*lalaŋ
ŋlaraŋ
l-l-ŋ >ŋlr-ŋ
a-a >a-a

157
lengan
*lәŋәn
lәŋәn
l-ŋ-n> l-ŋ-n
ә-ә> ә-ә

158
lupa
*Lupa’
lali
L-p >l-l
u-a> a-i

159
maaf
*(qo)apura
ŋapura
p-r> ŋ-p-r
a-u-a> a-u-a

160
burung
*manuk
manuk
M-n-k >m-n-k
a-u> a-u

161
daya
*daya
daya
d-y> d-y
a-a> a-a

162
panu
*panav
panu
p-n >p-n
a-av >a-u

163
keuntungan
*‘u(n)tuŋ
UntUng
n-tŋ> n-tŋ
U-U> U-U

164
kumur
*kumuy
kumu
k-m >k-m
u-uy> u-u

165
selendang
*tapiq
tapih
t-p-q> t-p-h
a-i> a-i

166
Tertawa terpingkal-pingkal
*kikik
ŋikik
K-k-k >ŋ-k-k
i-i >i-i

167
lajang
*dajaŋ
lajaŋ
d-j-ŋ> l-j-ŋ
a-a> a-a

168
cangkul
*Ka’ŋkul
pacUl
K-ŋk-l >pc-l
a-u> a-U

169
benar
*bәnәl
bәnәr
b-n-l> b-n-r
ә-ә> ә-ә

170
rumah
*Rumaq
omah
R-m-q >m-h
u-a>o-a

171
seratus
*Ratus
satus
R-t-s> s-t-s
a-u> a-u

172
kuman
*kuman
kuman
u-a >u-a
u-a> u-a

173
besi
*bәsi
wәsi
b-s> w-s
ә-i> ә-i

174
gatal
*gatәl
gatәl
g-t-l >g-t-l
a-ә >a-ә

175
gading
*gadiŋ
gaDiŋ
G-d-ŋ> g-D-ŋ
a-i> a-i

176
kuli
*[qh]uli
kuli
qh-l >k-l
u-i> u-i

177
tangga
*Taŋga[?h]
onDo
T-g-h>n-D
a-a>o-o

178
daun
*Dahun
goDoŋ
D-h-n >gD-ŋ
a-u >o-o

179
limau
*limaw
limun
l-m> l-m-n
i-aw> i-u

180
menginap
*?inәp
nginәp
n-p> ng-n-p
i-ә> i-ә

181
dijilat
*dilap
dilat
D-l-p >d-l-t
i-a>ia

182
Hidup
*quDip
urip
q-D-p> r-p
u-i>u-i

183
Mengangkat
*?aŋkat
(ng)gotoŋ
n-k-t>g-t-ŋ
a-a>o-o

184
Hati
*qatey
ati
q-t-y> a-t-i
a-e> a-i

185
Ikat pinggang
*t’abuk
sabuk
t’-b-k >s-b-k
a-u >a-u

186
Rugi
*!ugi’
rugi
*!-g’> r-g
*u-i’ u-i

187
Pijat
*‘ulut
urut
u-l-t >r-t
u-u >u-u

188
Paku
*paku
paku
p-k> p-k
a-u> a-u

189
Hidung
*IjuN
iruŋ
I-jN> i-r-N
I-u> i-u

190
Babi
*babuJ
babi
B-b-J >b-b
a-u> a-i

191
Satu
*?esa?
Siji
s-?> S-j
i-i >i-i

192
Bawang
*bawaη
bawaη
b-w-η> b-w-η
a-a> a-a

193
Lawan
*laban
musuh
l-b-n> m-s-h
a-a> u-u

194
Bantal
*bantal
bantal
b-n-t-l> b-n-t-l
a-a> a-a

195
Tikus
*pa(n)tik
tikus
P(n)t-k >t-k-s
a-i >i-u

196
Harga
*upaq
opah
p-q >p-h
u-a> o-a

197
Labu
*baluh
waluh
B-l-h >w-l-h
a-u >–a-u

198
meletakkan
*taRuq
nyeleh
t-R-q> ny-l-h
a-u> e-e

199
Putih
*bulay
putIh
B-l-y >p-t-h
u-a >u-I

200
Kawat
*kawad
kawat
k-w-d> k-w-t
a-a> a-a




PUSTAKA ACUAN

Crowley, Terry. 1986.An Introduction to Historical Liguistics. Oxford: Oxford University Press.

Fernandez, Inyo Yos. 1990. Telaah Kualitatif dan Kuantitatif Linguistik Komparatif Beberapa Masalah Teori dan Praktik).Yogyakarta:Fakultas Sastra UGM.

----------, 1994. Linguistik Historis Komparatif (pengantar di Bidang Teori) Jilid I Telaah Kualitatif dan Kuantitatif. Yogyakarta.

Keraf, Gorys.1991. Linguistik Bandingan Historis.jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama.

Trak, R.L.2000.The Dictionary of Historical and ComparativeLinguistics.Edinburg:Edinburg University Press..




  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar